Hakim Cium Tangan Terdakwa, Sebuah Pelajaran Berharga dari Jordania
By Muchlisin BK - February 26, 2016 0 3938
By Muchlisin BK - February 26, 2016 0 3938
Pengadilan di negara Arab (emaratalyoum.com)
Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Ia meninggalkan tempat duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Ia meninggalkan tempat duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim.
Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan,
“Inilah hukuman yang kuberikan kepadamu, Guru.”
Rupanya, terdakwa
itu adalah gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia
menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid,
gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia tak lagi mengenali
muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria tua yang duduk di
kursi pesakitan itu adalah gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid
dari guru tersebut mengerti benar, pukulan dari guru itu bukanlah
kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya
sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti akhlak dan
menjadi lebih disiplin. Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi
hakim seperti sekarang.
Peristiwa yang terjadi di Jordania pada
pekan lalu dan dimuat di salah satu surat kabar Malaysia ini
sesungguhnya merupakan pelajaran berharga bagi kita semua sebagai
orangtua. Meskipun kita tidak tahu persis kejadiannya secara detil,
tetapi ada hikmah yang bisa kita petik bersama.
Dulu, saat kita
“nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin
pernah memukul kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu
menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan
guru karena mereka percaya, itu adalah bagian dari proses pendidikan
yang harus kita jalani.
Buahnya, kita menjadi mengerti sopan
santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi
pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu saat
kita menjadi orangtua di zaman sekarang… tak sedikit berita orangtua
melaporkan guru karena telah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah.
Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti dirilis di Kabar Sumatera,
guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar
saja; menyampaikan pelajaran, selesai.
Bukannya tidak mau
mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid
seperti yang dialami teman-temannya. Sudah beberapa guru di Sumatera
Selatan dilaporkan walimurid hingga harus berurusan dengan polisi.
Semoga tulisan ini, bagi kita para orangtua atau walimurid, bisa
membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk
menyiapkan generasi masa depan. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang
rentan lapor-melaporkan.
Posting Komentar