Setiap manusia pada hakikatnya adalah pemimpin dan setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya kelak. Manusia sebagai pemimpin minimal mampu memimpin dirinya sendiri. Pemimpin merupakan faktor penentu dalam kesuksesan atau gagalnya suatu organisasi dan usaha. Baik didunia bisnis maupun didunia pendidikan, kesehatan, perusahaan, religi, sosial, politik, pemerintahan negara dan lain-lain, kualitas pemimpin menentukan keberhasilan lembaga atau organisasi yang dipimpinya. Sebab, pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi, bisa mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan menunjukkan jalan benar yang harus dikerjakan bersama-sama (melakukan kerja sama), dan bahkan kepemimpinan sangat mempengaruhi kerja kelompok (Wahab & Umiarso, 2012:79). Setiap organisasi harus ada pemimpinnya, yang secara ideal dipatuhi dan disegani bawahannya. Organisasi tanpa pemimpin bukanlah sebuah organisasi. Oleh karena itu, harus ada seorang pemimpin yang yang memerintah dan mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan individu, kelompok, dan organisasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolahnya sangat besar pengaruhnya, karena dia bukan hanya sebagai pemimpin tetapi juga sebagai simbol bagi sekolah untuk masyarakat luar. Kemajuan sekolah sebagai lembaga pendidikan tempat generasi muda bangsa belajar adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda, dan orang yang paling berpengaruh terhadap program besar ini adalah kepala sekolah sebagai penanggungjawab eksistensi dan dinaika sekolah. Kepala sekolah adalah orang yang akan menggerakkan mesin sekolah itu, tujuan apa yang hendak dicapai? strategi apa yang digunakan? siapa yang diajak bekerjasama untuk mewujudkan cita-cita besar sekolah dan sistem apa yang akan dibangun untuk mencapai prestasi besar di masa depan. Disamping itu, berbagai pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa seseorang untuk menjadi pemimpin harus mempunyai gaya tertentu yang digunakan agar tujuan yang dicita-citakan bersama terwujud.Tugas kepala sekolah dalam mengembangkan staf (guru dan karyawan) meliputi pemberian pengarahan yang dinamis, pengkoordinasian staf yang sedang melaksanakan tugas dan memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishement) terhadap guru/karyawan (Makawimbang, 2012:84). Pada prinsipnya kepemimpinan kepala sekolah tidak hanya berkenaan dengan gaya yang ditampilkan, karena tidak satu gayapun yang dapat diterapkan secara konsisten pada beragam situasi sekolah, karena itu aspek penerapan gaya kepemimpinan tidak lebih penting daripada kemampuan seorang kepala sekolah untuk memperlakukan semua unsur personil sekolah secara manusiawi, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berkualitas sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dilambangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepercayaan dan sebagainya, atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain. Setiap sekolah memiliki kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang mempunyai budaya suatu sekolah. Jadi peran kepala sekolah pada dasarnya harus dapat menciptakan budaya bagaimana orang belajar dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar. Trigono (Aji, 2010) mengatakan bahwa sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. Guru sebagai pendidik merupakan contoh nyata bagi siswa dalam keseharian yang selalu dilihatnya setiap hari. Kedisiplinan guru hadir tepat waktu dalam mengajar, cara guru berbicara, cara guru berpakaian, juga menjadi sorotan siswa atau penilaian siswa. Sehingga sangatlah wajar bila guru di anggap sebagai peletak dasar sebuah perubahan budaya. Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garis paling terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualitas, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Peranan guru akan semakin dirasakan penting ditengah keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana yang kerap kali dialami oleh negara-negara berkembang. Studi yang dilakukan oleh Heynemen and Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Lengkapnya hasil studi ini adalah: di 16 negara berkembang, guru memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34 %, sedangkan manajemen sebesar 22%, waktu belajar 18 % dan sarana fisik 26 %. Di 13 negara industri kontribusi guru adalah 36 %, manajemen 23 %,waktu belajar 22% dan sarana fisik 19%.(Dedi Supriadi, 1998 : 178) Sejalan dengan tantangan globalisasi, maka peran dan tanggung jawab guru semakin besar dan kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Keberadaan guru yang professional berkaitan erat dengan pendidikan yang bermutu, karena pendidikan yang bermutu memiliki forward linkage dan backward linkage. Forward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern ,makmur dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki system dan praktek pendidikan yang bermutu. Backward linkage berupa bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat (Fasli Jalal, 2007). Pernyataan di atas dipertegas oleh Uno (Kariman, 2012: 18) bahwa profesioanlisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan yaitu pemahaman tenatang pembelajaran, kurikulum dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Dari uraian teori di atas, kemudian dengan mencermati kondisi riil di lapangan, mengenai lemahnya profesionalisme guru-guru SMP Negeri Wilayah Selatan terlihat dari indikator sebagai berikut, yaitu: 1. Rendahnya tingkat kelulusan guru pada uji kompetensi online yang diadakan pada tahun 2012 dimana hanya sebagian kecil guru yang sudah menyandang sertifikat pendidik gagal memperoleh nilai minimal yang ditetapkan. Padahal semestinya guru yang sudah menyandang sertifikat pendidik merupakan guru-guru yang profesional di bidangnya masing-masing. 2. Sebagian besar guru di Wilayah Selatan Kabupaten Tabalong memiliki penguasaan IT yang rendah bahkan sama sekali tidak bisa mengoperasikan komputer, hal ini terdeteksi pada saat pelaksanaan uji kompetensi online tahun 2012 yang lalu, padahal seorang guru yang profesional dituntut harus dinamis agar mampu mengikuti kemajuan perkembangan zaman. 3. Kenyataan di lapangan khususnya di wilayah selatan Kabupaten Tabalong menunjukan masih banyaknya guru yang belum mampu mengelola proses belajar mengajar secara baik. Hal ini disebabkan antara lain: kemampuan profesional guru yang kurang memadai, guru tidak berusaha menegakkan disiplin dalam melakukan tugas, guru kurang memperhatikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, tidak terciptanya iklim dan suasana kelas yang baik serta kurangnya motivasi guru dalam melaksanakan program pengajaran di sekolah.. Dari indikator yang disebutkan di atas, nampak jelas bahwa tugas dan tanggungjawab guru masih rendah, bahkan kompetensi guru perlu dipertanyakan kembali. Dari sisi lain, segi kegagalan Ujian Nasional (UN) disinyalir disebabkan karena faktor guru dalam mengajar bidang ilmu bukan ahlinya (Mukhtar dan Iskandar, 2009;116). Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik dikalangan pendidik. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban di antaranya, bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai masalah tambahan kesejahteraan. Beberapa langkah bisa diusahakan untuk meningkatkan profesionalitas guru dalam rangka menbangun citra masa depan. Pertama, guru harus sungguh menguasai bahan yang nantinya akan diajarkan di sekolah, sehingga nantinya tidak menyebarkan salah pengertian pada muridnya. Seorang guru diharapkan menguasai bidangnya secara benar dan dapat mandiri. Kedua,guru perlu mempunyai kompetensi dalam pengayaan di sekitar bidang utama. Hal ini diperlukan agar guru mempunyai gagasan yang lebih luas dan dapat menantang murid untuk menjadi unggul dalam belajar. Dengan pengayaan ini, maka guru dapat lebih punya harga diri karena menguasai pengetahuan lebih tinggi dari murid yang akan diajarkan. Pada dasarnya perubahan tingkah laku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru, atau dengan kata lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik. Hal ini menandakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Syarat utama untuk menjadi guru selain berijazah, dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuhnya.

Posting Komentar

 
Top